Pentingnya Sistem Informasi Lembaran Negara
Ketua Gerakan Pemuda Indonesia Peduli Reformasi Birokrasi (GARDAPATI RB)
Di zaman serba digital seperti sekarang ini, segala informasi beredar dengan cepat. Jika kebanyakan kita telah menggunakan fasilitas sistem jaringan fiber optik, maka informasi akan terkirim dan tersebar dengan kecepatan 299.792.000 meter per detik, nyaris mengimbangi kecepatan cahaya 299.792.458 meter per detik.
Jika sekali keliling bumi adalah 40.075.017 meter, maka kecepatan informasi yang dikirimkan fiber optik sama dengan perjalanan 7 kali mengelilingi bumi dalam 1 detik. Belum ada alat transportasi buatan manusia secepat itu, kecuali alat transmisi informasi: fiber optik.
Rupanya, kecanggihan teknologi fiber optik belum tentu bisa dimanfaatkan oleh penggunanya, bahkan oleh pemerintah. Mengingat Asas-Asas Umum Penyelenggaraan Pemerintahan yang Baik yang sudah diatur dalam Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014, yaitu: kepastian hukum; kemanfaatan; ketidakberpihakan; kecermatan; tidak menyalahgunakan kewenangan; keterbukaan; kepentingan umum; dan pelayanan yang baik. Nyatanya sampai saat ini masyarakat masih kesulitan mendapatkan akses informasi yang bersifat sangat umum, seperti Lembaran Negara dan Lembaran Daerah. Hal ini diperparah dengan banyaknya platform digital yang mencari keuntungan “menjual” Lembaran Negara dengan modus berlangganan bulanan, tahunan, dan sistem membership lainnya.
Lembaran Negara
Lembaran Negara adalah publikasi berkala dan pencatatan segala bentuk Kebijakan, Pengumuman, Peraturan dan Perundangan yang dikeluarkan oleh Badan, Lembaga atau Pemerintah. Dalam bahasa media sosial, Lembaran Negara adalah timeline atau wall atau kronologi “kelakuan” pemerintah. Sama seperti timeline atau wall atau kronologi “kelakuan” kita yang terpajang jelas di sistem jejaring sosial seperti facebook, X, dan lainnya.
Melalui analisa singkat pada timeline akun media sosial, seseorang bisa dengan cepat menilai minat dan cita-cita orang lain. Bahkan seorang HRD di perusahaan rintisan akan melakukan profiling/scanning akun media sosial calon pekerja sebelum memutuskan menerima atau menolak lamaran kerja. Itulah betapa penting catatan riwayat aktivitas orang atau badan hukum dalam melihat masa lalu, menilai masa sekarang, dan merencanakan masa depan.
Dalam kehidupan bernegara, banyak manfaat jika seluruh riwayat Kebijakan, Pengumuman, Peraturan dan Perundangan yang dikeluarkan oleh Badan, Lembaga atau Pemerintah bisa diakses dengan mudah. Setidaknya, agar kita bisa mengetahui apakah minat dan cita-cita pemerintahan sudah sesuai dengan minat dan cita-cita Pancasila sebagai landasan negara dan UUD 1945 sebagai konstitusi. Sayangnya, kita belum bisa menilai sebab belum ada timeline untuk kita analisa. Sehingga belum bisa dipastikan apakah pemerintahan ini sudah berjalan sesuai dengan Pancasila dan UUD 1945, atau belum.
Instansi Progresif dan Platform “Penjual” Hukum
Banyak orang mengalami betapa sulitnya mengakses suatu produk hukum sebab ketiadaan timeline yang memuat update secara berkala. Misalnya saja saat kita mencari aturan tentang kriteria Usaha Mikro, Kecil, dan Menegah (UMKM). Kita akan mengira kriteria UMKM ada dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 Tentang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah. Namun tidak semudah itu ferguso.
Jika kita mengikuti perkembangan hukum, kriteria UMKM dalam Undang-Undang ini sudah diubah. Selanjutnya kita akan mengira perubahan itu ada dalam Perppu Nomor 2 Tahun 2022 Tentang Cipta Kerja. Namun setelah membaca Perppu Nomor 2 Tahun 2022, kita akhirnya menemukan perubahan kriteria UMKM. Pasal 87 angka 1 Perppu Nomor 2 Tahun 2022 mendelegasikan perubahan kriteria UMKM kepada Peraturan Pemerintah. Berdasarkan hirarki peraturan perundang-undangan, kekuatan hukumnya turun derajat. Dari yang tadinya diatur Undang-Undang, kini diatur Peraturan Pemerintah.
Akhirnya setelah berjam-jam di depan komputer, barulah kita menemukan kriteria UMKM di dalam Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 2021 Tentang Kemudahan, Pelindungan, dan Pemberdayaan Koperasi dan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah. Untuk menemukan kriteria UMKM saja, kita menghabiskan waktu berjam-jam. Itulah akibat dari tidak maksimalnya pemanfaatan teknologi oleh pemerintah.
Padahal, beberapa instansi seperti Badan Pemeriksa Keuangan dan Mahkamah Agung sudah memberikan contoh, dengan membangun Sistem JDIH dan Direktori Putusan, yang memuat update produk hukum dan putusan-putusan pengadilan. Dan terbuka untuk diakses publik. Sayangnya, meskipun beberapa instansi itu sudah cukup progresif, instansi lainnya belum bisa mengikuti.
Sebab, dua instansi progresif saja belum cukup memenuhi kebutuhan publik atas update informasi hukum. Tingginya kebutuhan atas update informasi hukum ini yang kemudian menjadi momentum munculnya platform “Penjual” Hukum yang menjanjikan akan menghadirkan produk hukum apa saja yang diinginkan oleh pelanggan.
Contoh Kasus, Kita Tidak Tahu
Kabar miris yang baru-baru ini terjadi tentang melonjaknya nilai impor dari Israel. Tak tanggung, Kementerian Perdagangan mengatakan lonjakan tersebut naik 334% dari tahun sebelumnya. Dari US$6,7 juta pada 2023 menjadi US$29,2 juta pada 2024. Kemudian BPS merilis daftar barang impor dari Israel tahun 2024 berupa alat pemanas/pendingin, alat penghasil uap, pompa untuk cairan, perkakas tangan/mesin, alat telekomunikasi, dan lain-lainnya.
Sementara sepanjang pemahaman kita, bahwa cita-cita Pancasila dan UUD 1945 adalah menghapus segala bentuk penjajahan di atas dunia, yang berarti Indonesia akan berpihak pada usaha-usaha perdamaian dunia, bukan berpihak pada negara yang “bolak-balik” melancarkan serangan dan menewaskan ratusan warga sipil.
Pihak-pihak yang terlibat hubungan ekspor-impor saling menguntungkan dengan Israel adalah penghianat Pancasila dan Konstitusi UUD 1945. Kalau terjadi seperti ini, lantas instansi apa yang paling bertanggung jawab? Tidak tahu. Itulah kata Dirjen Asia Pasifik dan Afrika Kemenlu RI Abdul Kadir Jailani di Kantor MUI pada 18 Juli 2024 menanggapi Perdagangan Indonesia-Israel, ia mengatakan, “Yang paling bertanggung jawab kementerian apa, kita tidak tau”. Nah loh. Bahkan selevel Dirjen di Kementerian Luar tidak tahu, bagaimana dengan rakyat jelata?
Itulah barangkali salah satu kemudharatan jika kebijakan instansi pemerintahan mulai dari atas hingga bawah tidak terpublikasi atau bahkan tidak terdokumentasi dengan baik. Semua orang akan bingung menentukan siapa yang akan bertanggung jawab atas suatu kasus, misalnya kasus tadi.
Pentingnya Sistem Informasi Lembaran Negara yang Mudah Diakses Publik
Beda cerita jika kebijakan instansi pemerintahan terdokumentasi dengan baik dan dipublikasikan untuk publik. Tidak terbatas pada pengundangan suatu Undang-Undang saja yang dipublikasi, namun juga Peraturan, Keputusan, hingga Surat Edaran.
Bukankah setiap orang dianggap mengetahui hukum saat suatu hukum itu mulai diundangkan dalam Lembaran Negara? Masalah besar muncul saat ternyata Lembaran Negara itu sendiri sangat sulit diakses oleh setiap orang. Walhasil, masih banyak ditemui orang bahkan badan hukum yang tidak mengetahui regulasi yang mengikat dirinya.
Sudah waktunya Pemerintah Indonesia memanfaatkan teknologi informasi dalam publikasi Lembaran Negara. Sehingga, dalam kasus tadi, publik bisa ikut menilai dari mana asal muasal hubungan ekspor-impor perusahaan tertentu dengan perusahaan lainnya di luar negeri. Sehingga menjadi cerdas pula publik memahami dinamika suatu peristiwa administrasi negara. Paling penting, semua orang akan paham hukum dan tahu pada hukum yang mana ia terikat jika melakukan suatu peristiwa hukum.
Tentu saja, tidak semuanya harus dipublikasikan. Dalam hal kategori informasi yang kecualikan sesuai Pasal 17 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 misalnya. Beberapa informasi memang wajib dirahasiakan dari publik demi pertahanan dan keamanan negara.